Perkembangan Moral Kohlberg
February 24, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Mudah saja kita menghakimi tanpa memperhitungkan apa yang menjadi latar belakang dari tindakan tersebut. Perilaku bisa jadi sama, tetapi perbedaan tahap perkembangan juga membedakan motif dari tindakan yang dilakukan. Untuk itulah kita perlu memahami perkembangan moral Kohlberg.
Barangkali pernah kita lihat tiga pemuda yang berboncengan motor tanpa mengenakan helm. Seketika kita mungkin berkata, “Kurang ajar banget mereka!”. Coba dekat dan lihatlah. Ternyata pemuda yang di tengah bersimbah darah. Dua pemuda yang mengapitnya berusaha menyelamatkannya dari tragedi kecelakaan jalan raya. Kalau kita masih waras, tentu reaksi kita akan berbeda.
Begitu juga ketika makanan di piring seorang anak tumpah dan mengotori lantai rumah. Kebanyakan orangtua akan memarahinya, meskipun mereka berkata, “Perbuatanmu sudah melewati batas manusia normal” kepada anaknya. Kalau ada, mungkin itu adalah persiapan untuk beralih dari status orangtua ke status orang gila hehehe.
Agar kita tidak gegabah menjustifikasi, tidak mengadili terlalu dini, maka kita perlu tahu tahap-tahap perkembangan yang mempengaruhi pertimbangan dalam mengambil tindakan. Untuk itulah, kali ini akan diperkenalkan perkembangan moral Kohlberg.
Siapa itu Kohlberg. Iya, sebelum kepada apa perkembangan moral Kohlberg, lebih enak kalau kenal dulu, siapa Kohlberg itu. Bukannya tak kenal, maka tak sayang?
Lawrence Kohlberg psikologi dari Chicago University. Dia adalah orang yang membuat tahap perkembangan moral Kohlberg, sebagai bida yang sangat dalami sejak ia menempuh pendidikan pasca sarjana. Kerangka tahap perkembangan moral Kohlberg berasal dari disertasinya (1958).
Setelah kenal orangnya, sekarang kita akan bahas teorinya, yaitu tahap perkembangan moral Kohlberg. Kohlberg membagi tahap perkembangan moral menjadi tiga tahap, yang tiap tahapnya dibagi menjadi dua stadium. Jadi ada enam stadium dalam tahap perkembangan moral Kohlberg.
Sebelum masuk kepada tahap pertama, Kohlberg memiliki tahap yang disebut tingkatan nol. Dalam tahap ini, anak menganggap baik yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Tahap ini terjadi sejak bayi sampai sekitar usia 3 atau 4 tahun.
Tahap Pra-Konvensional
Tahap ini dibagi menjadi dua stadium. Stadium 1, anak menganggap baik atau buruk berdasarkan dampak yang ditumbulkan, hadiah atau hukuman. Stadium 2, anak mengikuti apa yang dikatakan baik atau buruk untuk memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Stadium ini disebut dengan hedonisme instrumental.
Apa bedanya dua stadium tersebut, kok terdengar seperti sama? Bedanya, stadium pertama anak menganggap baik atau buruk didasarkan atas hadiah atau hukuman. Artinya, baik melekat pada hadian dan buruk melekat pada hukuman. Sedangkan stadium 2, hadiah dan hukuman sudah mulai terpisah dengan baik atau buruk. Berbuat baik dilakukan untuk memperoleh hadiah, dan mereka yakin bahwa perbuatan buruk akan membawanya menuju hukuman.
Tahap Konvensional
Tahap ini juga terbagi menjadi dua stadium, yaitu stadium 3 dan stadium 4. Pada stadium 3, anak akan merasa dinilai baik jika dapat menyenangkan dan disetujui oleh orang lain, dan buruk jika ditolak oleh orang lain. Stadium ini disebut juga dengan good person orientation. Di stadium 4. kesadaran anak akan kewajiban melestraikan kekuasaan dan aturan mulai tumbuh. Orientasi anak pada tahap ini mulai ke arah luar dirinya.
Tahap Post-Konvensional
Pada tahap ini, moralitas berkembang sebagai pendirian pribadi. Peran pendapat orang lain atau konvensi sudah mulai mengecil. Tahap ini juga dibagi menjadi dua, yaitu stadium 5 dan stadium 6. Pada stadium 5, anak (remaja) masih bersedia diatur oleh hukum-hukum umum yang lebih tinggi. Stadium ini disebut dengan orientasi kontrak sosial. Di Stadium 6, anak (remaja) menginternalisasi moral. Di stadium ini, anak melakukan tindakan yang dikendalikan oleh batin sendiri.
Demikian perkenalan kita dengan Teori Perkembangan Moral Kohlberg. Mudah-mudahan bermanfaat.
Apa pendapatmu tentang Perkembangan Moral Kohlberg?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Pekerjaan atau Anak?
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike