Fenomena adalah peristiwa yang potensial menjadi bahan dalam penelitian kita. Selanjutnya, fenomena ini akan dijadikan topik penelitian. Untuk layak menjadi topik penelitian, fenomena ini harus dipertajam menjadi masalah atau kebutuhan penelitian. Bagaimana caranya?
Kemarin (19/4), aku diundang untuk menjadi pembicara bagi para calon penulis essay. Projeksi dari pertemuan tersebut adalah melahirkan penulis-penulis essay. Awalnya memang ditujukan untuk mengikuti sebuah lomba penulisan essay tentang Psikologi Islam(i). Tapi semangat mereka untuk menjadikan pertemuan tersebut sebagai forum atau komunitas pembinaan hobi menulis, membuat forumt tersebut bergeser menjadi forum untuk membina para penulis (dengan atau tanpa embel-embel untuk lomba atau tugas kuliah). Pertemuan tersebut ditujukan untuk membantu para calon penulis essay untuk menemukan topik tulisan dari sebuah fenomena.
Nah, kebetulan, kemarin aku telah menulis tentang bagaimana menransformasikan fenomena menjadi masalah. Tulisan tersebut membantu para peneliti pemula untuk mencari topik penelitian dari fenomena yang mereka temui atau saksikan. Berarti pembahasan tentang gradasi penajaman masalah penelitian yang sudah aku janjikan di akhir tulisan tersebut, akan ku tuliskan sekarang. Hal ini dapat sekaligus menjawab pertanyaan bagaimana mempertajam topik sebuah tulisan.
Silahkan baca tulisan terkait:
- Belajar Meneliti, Transformasi Fenomena Menjadi Masalah Penelitian
- Belajar Meneliti dari Polisi Tidur
- Disiplin Logika Kunci Keberhasilan Penelitian
- Apa Itu Paradigma Penelitian?
- Perbedaan Metodologi dan Metode Penelitian
Agar sebuah topik layak untuk diteliti, maka topik tersebut harus diperkuat. Ada dua pendekatan yang aku tawarkan untuk mempertajam topik penelitian atau tulisan. Kedua pendekatan ini boleh diterapkan salah satunya atau langsung diterapkan dua-duanya. Kalau diterapkan sekaligus, hasilnya akan lebih bagus.
Pendekatan pertama, Menempatkan ide atau topik penelitian pada 4 kuadran dengan kriteria penting (important) dan mendesak (urgent). Dengan menempatkan pada empat kuadran tersebut, maka kita tahu, topik mana yang layak untuk dipilih menjadi masalah penelitian. Dengan demikian, akan ada topik yang tidak penting dan tidak mendesak, penting tetapi tidak mendesak, tidak penting tetapi mendesak, serta penting sekaligus mendesak.
Kita bisa menuliskan gagasan-gagasan topik penelitian pada post-it atau kartu-kartu, kemudian di tempelkan pada matriks tersebut. Kemudian kita saksikan, di kuadran manakah topik-topik penelitian kita berada, apakah berada di kuadran perlu dibenahi (tidak penting dan tidak mendesak), kuadran moderat (penting tapi tidak mendesak atau mendesak tapi tidak penting), atau kuadran bagus (penting sekaligus mendesak).
Kriteria perlu dibenahi (tidak penting dan tidak mendesak), yaitu bagian kuadran yang berwarna merah. Ada dua tindakan yang bisa dilakukan atas topik-topik yang tertempel pada kuadran ini, yaitu mengabaikannya atau membenahinya. Artinya, jika kita masih punya pilihan topik penelitian yang tertempel di kuadran bagus atau moderat, maka kuadran warna merah bisa ditinggalkan. Tapi jika kita memiliki paceklik topik penelitian, maka mau tidak mau, topik-topik penelitian yang ada di kuadran ini kita benahi.
Kriteria moderat (penting tapi tidak mendesak atau mendesak tapi tidak penting), yaitu bagian kuadran yang berwarna biru. Jika kita masih punya topik penelitian yang tertempel di kuadran dengan kriteria bagus, maka bisa jadi topik penelitian di kuadran moderat kita tinggalkan. Tapi jika kita mengalami kekurangan topik penelitian, kuadran ini bisa dilirik. Kuadran ini juga bisa jadi cadangan topik penelitian, misalnya untuk penelitian berikutnya.
Kriteria bagus (penting sekaligus mendesak), yaitu bagian yang berwarna hijau. Jika ada gagasan-gagasan atau topik penelitian yang tertempel di bagian ini, maka topi tersebut sudah layak untuk diteliti.
Bagaimana dengan perlakuan lanjuan jika kita minim gagasan, sedangkan topik-topik penelitian yang kita tempel banyak yang berada di kuadran merah atau biru? Nah, kali ini kita akan meluncur kepada pendekatan yang kedua untuk mempertajam topik atau permasalahan penelitian.
Silahkan baca tulisan terkait:
- Prinsip Klasifikasi untuk Menyederhanakan Kerumitan
- Klasifikasi Membuat yang Rumit Menjadi Sederhana
Pendekatan kedua, memperjelas komponen kunci dalam gagasan atau topik penelitan. Cara ini dilakukan dengan mengambil kata kunci pada gagasan penelitian, kemudian kita lihat kualitas gagasan berdasarkan kata kunci tersebut. Akan lebih enak jika penjelasannya menggunakna cotoh.
Mari kita pakai salah satu gagasan dari peserta calon penulis essay yang aku pandu. Ia mempunyai gagasan tentang: membaca basmalah untuk membentuk kebaikan. Aku meminta yang bersangkutan untuk membayangkan berada di posisi pembaca. Pertanyaannya, sepenting atau semendesak apa ide tentang membaca basmalah untuk membentuk kebaikan? Ternyata si empunya ide menyatakan bahwa gagasan tersebut terlampau sederhana dan belum konkrit.
Mari kita identifikasi kata kunci dari gagasan tersebut. Hasil identifikasi menemukan dua kata kunci utama: basmalah dan kebaikan. Jika digambarkan dalam bentuk bagan, maka jadinya membaca basmalah —> kebaikan. Kita bisa mengotak-atik kedua kata kunci ini untuk menguatkan gagasan.
Saranku, kita mulai dengan mengotak-atik kata terakhir, yaitu kebaikan. Kenapa kita mengotak-atik kata kunci ‘kebaikan’ lebih dulu? Karena, dalam menulis, kita perlu peduli dengan pembaca. Salah satu kepedulian kita adalah dengan memperhatikan output atau luaran tulisan bagi pembaca. Kata kunci ‘basmalah’ adalah cara atau alat, sedangkan kata kunci ‘kebaikan’ adalah tujuan, hasil, atau luaran. Untuk peduli dengan pembaca, kita otak-atik dulu bagian hasil.
Kebaikan. Apa manfaat yang diperoleh pembaca jika tulisan kita berakhir pada output: kebaikan? Kita bisa memperjelas ‘kebaikan’ dengan menggunakan pertanyaan bantuan: kebaikan seperti apa? siapa yang akan menjadi baik? dimana kebaikan dilakukan? kapan kebaikan dilakukan?. Untuk itu, kita bisa berfokus pada pertanyaan bantuan apa (what), dimana (where), kapan (when), dan siapa (who). Setelah menjawab beberapa pertanyan bantuan, mungkin kita bisa menghasilkan kalimat: kebiasan perilaku baik pada anak sejak dini yang dimulai dari keluarga.
Sekarang kita beralih ke metode atau media (tools)nya, yaitu basmalah. Basmalah mungkin lebih sempti dan terlampau mengarah kepada golongan tertentu. Maka boleh saja kita ganti menjadi ‘doa’. Seperti perlakuan yang kita berikan kepada kata kunci ‘kebaikan’, kita bisa menggunakan pertanyaan bantuan. Namun yang perlu diketahui, beda pertanyaan dapat menghasilkan tulisan yang berbeda. Pertanyaan dengan kata bantu ‘apa’ (what) dapat mengarahkan kepada tulisan yang membahas tentang doa, misalnya manfaat doa. Sedangkan pertanyan dengan kata tanya ‘bagaimana’ (how) akan mengarah kepada proses atau cara, misalnya bagaimana berdoa atau membiasakan berdoa. Dari sini, dan jika disambungkan dengan hasil perlakuan terhadap kata ‘kebaikan’, maka kita bisa memperoleh kalimat: manfaat atau dampak psikologis berdoa (bagi anak), membiasakan berdoa (pada anak) dan semacamnya.
Hasil dari pendekatan kedua, kita bisa menghasilakan gagasan atau topik penelitian atau tulisan: efek psikologis kebiasaan berdoa untuk membentuk perilaku baik sejak usia dini melalui pendidikan keluarga. Gagasan ini masih bisa dipercantik lagi. Tapi apapun itu, gagasan ini sudah pasti jauh lebih baik dari: membaca basmalah untuk membentuk kebaikan. Keduanya sudah sangat berbeda bukan?
Demikian cara meningkatkan kualitas gagasan sebagai topik penelitian atau topik tulisan. Semoga bermanfaat.
Jika ingin menjadi lebih ahli atau expert dalam menulis, maka silahkan menghubungi Bohlam Consulting untuk info pelatihan atau workshop nya.