Prinsip Klasifikasi untuk Menyederhanakan Kerumitan
April 23, 2014 . by rudicahyo . in Creative Learning . 0 Comments
Kehidupan ini kompleks, termasuk juga informasi yang kita peroleh dan kita bangun. Untuk itulah kita perlu ilmu klasifikasi, agar yang rumit menjadi lebih sederhana. Berikut ini kita bahas tentang beberapa prinsip klasifikasi yang dapat kita manfaatkan untuk menyederhanakan kerumitan.
Beberapa waktu yang lalu pernah aku tulis artikel berjudul, “Klasifikasi Membuat yang Rumit Menjadi Sederhana”. Dalam tulisan tersebut, kita membahas tentang sifat dasar pikiran kita dalam menghadapi ralita, yaitu selalu membuat pola. Sifat dasar inilah yang membuat kita punya potensi untuk melakukan klasifikasi.
Manfaat klasifikasi juga sudah dibahas di tulisan yang sama, “Klasifikasi Membuat yang Rumit Menjadi Sederhana”. Klasifikasi sifatnye menyederhanakan, mengantarkan kepada inti pembahasan, memahami dengan jernih persoalan, memudahkan menyusun dan memilih alternatif, serta membantu membuat simpulan dan mengambil keputusan.
Karena kita berbicara tentang pikiran, maka dasar dari kemampuan klasifikasi adalah ilmu kognitif. Kognitif atau kognisi adalah salah satu aspek dari kepribadian kita, selain emosi dan psikomotor. Kognisi berhubungan dengan aktivitas berpikir.
Salah satu dalam ilmu kognitif ada yang disebut dengan mental imagery yang menggunakan cara berpikir visual. Mental imagery adalah representasi mental pikiran tentang benda-benda yang secara fisik tidak hadir/terlihat saat itu, namun telah disimpan dalam ingatan (Matlin, 1994). Jadi, mental imagery adalah visualisasi dari pikiran kita.
Berbicara tentang imagery, berarti membahas tentang imajinasi. Imajinasi itu ibarat perekat realita. Realita itu hanya mampu menampakkan kepingan-kepingan yang dapat ditangkap oleh alat indera. Tapi sebenarnya realita itu dikembangkan melalui bayangan-bayangan di pikiran kita. Itulah yang disebut imajinasi. Manfaat berimajinasi dapat disimak di tulisan “Kenapa Imajinasi Anak Itu Penting?” atau “Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan”.
Untuk belajar ilmu klasifikasi secara teknis, kita perlu memperhatikan prinsip-prinsipnya. Berikut ini prinsip-prinsip yang aku kontruksikan berdasarkan mental imagery dan visual thinking. Prinsip-prinsip berikut ini adalah beberapa hal yang dimiliki atau terkandung di dalam pola.
1. Dimensi
Realita itu berada daam dimensi dan bagian dari dimensi itu sendiri. Sebagai awalan, boleh baca tulisan “Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri”. Kita bisa membayangkan benda atau persoalan sebagai sebuah titik, kemudian titik itu bisa saling terhubung dan membentuk bidang dan ruang. Dimensi biasanya adalah cara visualisasi yang digunakan untuk klasifikasi jenis-jenis relasi, seperti yang ada di tulisan “Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri”.
2. Matra atau Ukuran
Selain dimensi, realita juga mempunyai ukuran. Karena memiliki ukuran, maka satu dan lain hal bisa diketahui besarnya atau bisa diperbandingkan. Ini berkaitan dengan skup. Untuk realita yang kompleks, kita bisa memilahnya seperti membayangkan diagram venn pada matematika. Selalu ada unsur semesta, unit-unit, bagian (irisan) dan gabungan (union). Pembahasan ini berhubungan dengan prinsip hiper versus hipo. Namun dapat memiliki visualisasi yang berbeda. Dengan matra, kita bisa membayangkan seperti pengelompokan dengan diagram. Contohnya bisa dilihat di tulisan “Bagaimana Menulis dengan Ide yang Luar Biasa” atau “Rumus Belajar Sederhana namun Bermakna”. Tapi dengan prinsip hiper versus hipo, kita bisa membayangkan diagram. Prinsip matra ini melahirkan teknik loci dalam pneumonic (teknik mengingat). Sedangkan prinsip hiper versus hipo melahirkan teknik peta konsep (mind map). Contoh sederhananya dapat dilihat di tulisan “Mengelola Fungsi Permainan untuk Belajar”.
3. Vektor
Vektor dapat diartikan arah. Kompleksitas atau kerumitan hidup mempunyai arah. Bervisualisasi tentang arah, biasanya diguakan untuk menggambarkan proses atau gradasi. Contohnya bisa dilihat dari gambar perbedaan antara fasilitator, pengamat, penyuluh dan narasumber berikut ini,
atau contoh dalam proses self-directed learning yang biasanya aku gunakan dalam proses fasilitasi pembelajaran mandiri di sekolah dan dalam penelitian untuk membuat Story Learning Design.

Proses Self-Directed Learning, Contoh Prinsip Arah (Vektor) dalam Ilmu Klasifikasi (Ref. Boyatzis, 2001)
4. Hiper Vs Hipo
Prinsip hiper dan hipo mengikuti perspektif preposisi dalam mental imagery. Pada prinsip ini, kita seperti belajar logika kalimat. Mulai dari kata sampai kalimat, semuanya bisa diklasifikasian berdasarkan prinsip ini. Kita juga bisa bervisualisasi dengan prinsip ini. Misalnya saja kata jeruk, apel, mangga sebagai hiponim yang berada di bawah kategori buah (hipernim). Begitu juga dengan preposisi: 1. Semua wanita pasti mempunyai rahim, 2. Ani adalah wanita. Maka kesimpulannya adalah…… Tentu kita bisa mengisi titik-titik tersebut. Kita tahu posisi kedua kalimat tersebut, hingga bisa menghasilkan simpulan yang tepat. Kita bisa berfisualisasi, kalimat mana yang melingkupi kalimat yang lain.

Berbekal Prinsip Klasifikasi, Kita bisa Menyederhanakan Kerumitan Realita (foto: anasandrisclassificationsystem.weebly.com)
Itu tadi adalah cara sederhana dalam melakukan klasifikasi. Dengan memahami prinsip-prinsip sederhana tersebut, maka diharapkan kita akan menjadi lebih cerdas dalam melihat realita yang kompleks. Ingat, salah satu ciri dari orang genius adalah bisa melihat pola dalam ketidakteraturan. Semoga bermanfaat.
Apakah Kamu sudah menggunakan prinsip-prinsip klasifikasi tersebut untuk menyederhanakan kerumitan persoalanmu?
Artikel tentang Creative Learning Lainnya:
- Bagaimana Cara Belajar dengan Lagu?
- 5 Pembunuh Kreativitas Guru dalam Membuat Inovasi Belajar
- Berkenalan dengan Mosaic Learning
- Mengharmoniskan Isi dan Metode Belajar Cerdas
- Bagaimana Memandu Fasilitasi Belajar Secara Total?
- Ingin Belajar Efektif? Jangan Menggunakan Cara Kerja Foto Kopi!
- Sebagai Guru, Sudahkah Kita Berdiri Di Atas Sepatu Siswa?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Apa Itu Paradigma Penelitian?
- Belajar Meneliti, Mempertajam Topik Penelitian
- Kreativitas KOWAWA
- Belajar Kreatif Membuat Definisi 2
- Perbedaan Analisis Level Rendah dan Analisis Level Tinggi
- PowerPoint HANYA Alat Presentasi, BUKAN Tujuan Belajar
- Bagaimana Cara Belajar yang Sesuai dengan Perkembangan Anak?
- Aturan yang Menjaga Kelas Aktif dan Kreatif
- Prefleksi, Sebuah Pemberdayaan Imajinasi untuk Efektivitas Proses Belajar
- Fasilitasi Proses Belajar dengan Hierarchy of Questions
- Kenapa Iklan Jadi Media Belajar yang Tajam untuk Anak?
- 5 Kesalahan Penggunaan PowerPoint
- Belajar Kreatif untuk Membuat Definisi 1
- Menguatkan Logika Matematika dengan Storytelling
- Belajar Penelitian dari Polisi Tidur
- Fasilitasi Proses Belajar adalah Menggembala
- 3 Cara Mudah untuk Mengingat
- Perbedaan Metodologi dan Metode dalam Penelitian
- Fasilitasi Diskusi yang Efektif
- Kreativitas, Penciptaan Berawal dari yang Tidak Penting
- Komponen dalam Memandu Proses Belajar dengan Permainan
- Prinip Memandu Belajar dengan Menggunakan Permainan
- Transformasi Cara Berpikir untuk Menuju Kreativitas
- Rumus Belajar Sederhana Namun Bermakna
- Tentang Kreativitas: Apakah Kita Kreatif?
- Fasilitator Bukan Korektor atau Editor
- Ingin Skripsimu Bergairah? Perhatikan 3 Komponen Penggalian Ide!
- 3 Cara Menggunakan Cerita untuk Fasilitasi Proses Belajar
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- Variasi Dapat Menjaga Kreativitas
- Bagaimana Membuat Fasilitasi Belajar yang Hebat?
- Mengelola Fungsi Permainan untuk Belajar
- Aktivasi Kelas untuk Efektifitas Belajar
- Cara Memberikan Instruksi Permainan untuk Fasilitasi Proses Belajar
- Klasifikasi Membuat yang Rumit Menjadi Sederhana
- Problem Fatal Guru dalam Memandu Proses Belajar
- Belajar Bilingual Sejak Dini
- Disiplin Logika, Kunci Keberhasilan Penelitian
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Bermain "Tebak Rasa" untuk Belajar Observasi
- Resep Presentasi Spektakuler
- Membuat Desain Belajar yang Optimal
- 3 Komponen Penting dalam Fasilitasi Belajar
- Tips Fasilitasi Belajar: Menggunakan Contoh untuk Menjelaskan
- Fasilitasi Belajar Buruk yang Sangat Disukai Peserta
- Belajar Meneliti, Transformasi Fenomena Menjadi Masalah Penelitian