Hijrah Membutuhkan Konsistensi
May 19, 2014 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert) . 0 Comments
Beralih dari keburukan kepada kebaikan memang tidak mudah. Namun jika kita mengenal tahapnya, kita bisa menandai setiap keberhasilan menuju kebaikan. Ketika sudah hijrah kepada kebaikan, langkah selanjutnya adalah mengunci diri dalam konsistensi.
Berbuat baik itu butuh kepercayaan kepada kebaikan itu sendiri, ketika memulai menjadi baik maupun saat mempertahankannya. Kadang orang tidak yakin bahwa kebaikan yang dilakukan akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Akibatnya, orang ragu terhadap kebaikan yang dilakukan. Karena ketidakyakinan itulah maka kebaikan tidak tercipta. Atau ketika bisa diciptakan, kita tak mampu mempertahankannya.
Kita pasti mengenal kata ‘hijrah’. Secara etimologi (bahasa), hijrah dapat diartikan berpindah, menjauh atau menghindari. Sedangkan menurut terminologi, hijrah berarti berpindah menuju kebaikan dengan menjauhi atau menghindari keburukan. Berdasarkan pada makna hijrah, usaha untuk melakukannya tidak hanya ketika menuju kebaikan, tetapi juga saat mempertahankan diri untuk tidak kembali terjerumus kedalam keburukan.
Berbicara tentang kebaikan, modal utama adalah hati sebagai raja dari diri. Hati atau disebut juga nurani adalah pemberi pertimbangan. Seorang sahabat Muhammad ketika bertanya tentang perbedaan pahala (kebaikan) dan dosa (keburukan), oleh Muhammad dijawab (kurang lebih), “Tanyakan kepada dirimu. Jika mendatangkan ketenangan, maka itu adalah pahala (kebaikan). Jika mendatangkan resah, maka itu adalah dosa (keburukan)”, sambil menunjuk kepada dada orang tersebut, yang bisa dianalogikan menunjuk hatinya. Ini pedoman yang harus dipegang lebih dulu untuk melakukan hijrah.
Karena mengubah diri dari keburukan tidak mudah (apalagi menjaga konsistensi untuk tetap baik), maka kita perlu mengatur strateginya. Berkenaan dengan tantangan memulai kebaikan dan menghindari keburukan, boleh baca artikel “Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri”. Salah satu cara yang bisa kita lakukan adalah memahami setiap langkah menuju kebaikan. Setelah kita paham setiap capaian dalam melakukan hijrah, maka kita akan lebih mudah menandai (mengunci) kebaikan tersebut. Harapannya, dengan terkuncinya diri dalam kebaikan, maka akan semakin sulit bagi diri untuk kembali terperosok kepada keburukan.
1. Bertobat dan berjanji tidak mengulangi lagi
Ini adalah langkah awal untuk memulai menjadi baik. Bertobat itu gampang-gampang susah. Karena itulah ada istilah tobal lombok. Orang yang makan cabai sampai kepedesan, rasanya tidak ingin memakannya lagi. Tapi besoknya mengulanginya lagi. Namun demikian, meminta maaf adalah pintu yang harus dilalui. Pintu ini harus disadari dan dikunci. Menguncinya adalah dengan berjanji tidak mengulanginya lagi.
2. Memaafkan diri sendiri
Selain beresiko untuk kembali kepada keburukan, orang yang bertobat juga ada kemungkinan mengalami stagnasi dalam kesalahan-kesalahan yang pernah ia perbuat. Tuhan Maha Pemaaf. Kita meminta ampun. Namun kita sering tidak menjadi pemaaf bagi diri sendiri. Kita terus merasa resah, dan stag di dalamnya. Satu sisi hal ini bisa menjadi rem bagi kita agar tidak melakukan kesalahan lagi. Namun kerugiannya, kita jadi tidak bersuka cita untuk memperbanyak kebaikan. Kita melakukan kebaikan dengan penuh beban dan tidak bergairah. Karena itu kita harus memaafkan diri sendiri. Kita akan mengunci tahap kedua ini dengan mengingat bahwa Tuhan Maha Pengampun, agar kita juga bisa memaafkan diri kita sendiri.
3. Memperbanyak kebaikan
Memperbanyak kebaikan adalah cara agar keburukan tidak punya kesempatan untuk menampilkan dirinya. Jika kita berbuat baik, maka hal ini akan menjadi spiral menaik. Artinya, kebaikan kita akan berbuah kebaikan berikutnya. Kebaikan selalu menimbulkan kebahagiaan di hati. Karena itu, sebuah kebaikan akan membuat kebaikan itu dirindukan untuk dilakukan kembali.
4. Mendukung kebaikan dengan hal-hal yang diperbolehkan
Kita pasti punya hobi dan kesenangan. Selama kesenangan itu tidak mendekat kepada keburukan, maka hal tersebut bisa dimanfaatkan untuk menguatkan kebaikan. Misalnya saja kita suka musik, maka kita bisa mendengarkan musik-musik yang memberi semangat untuk berbuat kebaikan. Jika kita menyukai film, maka kita bisa nonton film-film yang menginspirasi untuk melakukan dan berbagi kebaikan.
5. Membuat jejaring kebaikan
Kita mungkin tahu, tombo ati (obat hati) yang ketiga adalah berkumpul dengan orang sholeh. Artinya, kita bisa membuat jejaring kebaikan dengan orang-orang yang baik. Kita bisa ikut berkumpul dengan mereka, bercengkerama untuk berbagi cerita kebaikan atau melakukan kegiatan bersama, seperti berbagi dan bersedekah. Langkah kecil untuk membuat jejaring kebaikan bisa dengan memanfaatkan media sosial, misalnya ikut grup yang saling menasehati dan mengingatkan.
Demikian tahap-tahap dalam hijrah menuju kebaikan. Dengan mengetahui tiap tahap, kita bisa menyadari capaiannya dan menguncinya untuk menyemangati diri agar terus berbuat baik. Ingin berbuat baik? Ya mulailah dari diri sendiri, melakukan hal-hal kecil dan awalilah dari sekarang. Semoga kita bisa saling mengingatkan untuk berbuat baik dan berada dalam kebaikan. Aamiin.
Artikel tentang Inspirasi (Insert) Lainnya:
- Persepsi Tanpa Komunikasi Bisa Menjadi Prasangka
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Menyiasati Ruang dan Waktu untuk Produktivitas
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Inspirasi dan Menjadi Diri Sendiri
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Manusia Dikendalikan Sistem Ciptaannya?
- Agar Nikmat Melimpah, Kita Membutuhkan Rasa Syukur yang Sesungguhnya
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Bagaimana Menjadi Produktif? Begini Prinsipnya
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Ingin Memiliki Daya Saing? Jadilah Diri yang Original
- Corona, Perpecahan Keyakinan yang Melelahkan dan Melemahkan
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Cerita: Menolong Nubi
- Dumbo Disney, Ketidaksempurnaan yang Luar Biasa
- Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Penularan Kebaikan dan Keburukan untuk Diri Sendiri
- Menjadi yang BAIK, Tanpa Syarat
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- 3K, Bahan Bakar untuk Lokomotif Kehidupan Kita
- Bagaimana #senja Bisa Menjadi Sumber Kebahagiaan?
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Pemilu Usai, Saatnya Berbuat untuk Negeri Ini
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Ketika Tidak Dipercaya, Bagaimana Cara Menciptakan Perubahan?
- Menciptakan Atmosfir yang Berenergi