Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
June 9, 2019 . by rudicahyo . in Inspirasi (Insert), Psikologi Populer . 0 Comments
Keluhan adalah perilaku atau respon atas sebuah kondisi. Jika respon ini menjadi kebiasaan, maka selanjutnya sangat mungkin menetap sebagai keyakinan. Hal ini menjadi dasar terbentuknya pribadi pengeluh. Bagaima proses pembentukan pribadi pengeluh?
Sebelumnya, kita telah membahas tentang “Keluhan Dapat Menurunkan Kekebalan” danΒ “Apakah Pribadi yang Suka Mengeluh itu Dibentuk?”. Kali ini kita akan membahas, bagaimana proses keluhan menjelma menjadi bagian kepribadian kita.
Berbagai situasi dapat direaksi secara positif maupun negatif. Coba saja amati dalam kehidupan sehari-hari. Kita dapat melihat kebiasaan kita atau mengamati orang di sekitar kita. Seperti yang saya lakukan, saya mengamti orang-orang di sekitar saya, dan saya sangat peka terhadap reaksi mereka terhadap situasi, terutama jika reaksinya berupa keluhan. Saya tidak suka jika perilaku atau reaksi seseorang membuat atmosfir menjadi negatif. Intinya, saya tidak suka dengan orang yang mengeluh. Nah, ini jangan-jangan saya sedang mengeluh :D.
Hati-hati jika kebiasaan mengeluh ada pada diri kita. Kebiasaan ini dapat membentuk keyakinan jika dilakukan secara terus-menerus. Selanjutnya, kebiasaan ini akan membentuk diri kita, menjadi reaksi yang otomatis atas berbagai situasi.
Proses pembentukan pribadi pengeluh pada dasarnya berawal dari ketidakhadiran atas situasi yang sedang terjadi alias kini dan di sini (now and here). Ketika ia mendapatkan sesuatu atau mengalami kejadian sekarang dan di sini, pikirannya terbiasa mendatangi waktu dan tempat lain, yang biasanya diikuti dengan kebiasaan memebandingkan. Ketika mendapatkan makanan, maka saat yang sama ia mengingat makanan lain, di tempat lain, di waktu yang lain. Ia membandingkan dengan situasi yang ia ingat tersebut. Bahkan ketika tidak hadir dalam peristiwa yang sudah terjadi, ia dapat hadir kepada imajinasinya sebagai bahan pembanding. Intinya, ia tidak sedang menikmati apa yang sedang dimiliki. Orang tersebut akan bilang semacam ini, “Ini kok asin banget ya”, sambil mebayangkan makanan lain. Ketika anaknya bergairah menyodorkan hasil ulangan Matematika dengan nilai tujuhpuluh lima, pada saat yang sama ia ingat anak tetangga yang mendapat nilai delapanpuluh.
Jika kebiasaan ini terus terjadi, maka keluhan akan menjadi reaksi otomatis, bahkan ketika ia tidak bisa membandingkan dengan situasi apapun atau membuat perbandingan yang serampangan. Misalnya saja ketika baru datang ke rumah nenek yang lama tidak dikunjungi, seorang anak menghidupkan kompor gas, namun tidak berhasil. Ia bilang, “Kok kompornya ngadat sih, padahal dulu gampang nyalahinnya”. Apakah kompor yang dulu benar-benar lebih baik dari sekarang? Ternayata tidak, kompor yang sekarang baru atau malah dulu tidak pernah punya kompor gas. Anak tersebut membuat perbandingan yang serampangan, karena sudah terbiasa mengeluhkan kondisi saat ini dan kini.
Begitulah kebiasaan mengeluh dapat menjadi menetap sebagai bagian dari kepribadian kita. Apakah Kamu pernah menyaksikan atau mengalami proses seperti tersebut?
Artikel tentang Inspirasi (Insert), Psikologi Populer Lainnya:
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Menyatunya Hablum Minallah dan Hablum Minannas
- Niat Baik Meningkatkan Nilai Perkataan dan Perbuatan
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Bahaya Tagar Indonesia Terserah
- CARA MUDAH Manajemen Waktu dalam Menghadapi Deadline
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Wreck It Ralph: Apakah Ilmu Pengasuhan Itu Omong Kosong?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Mengubah Keburukan Menjadi Kebaikan adalah Menciptakan Resonansi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Pergantian Tahun bukan Pergantian Tuhan
- Tak Ada yang Sulit Jika Ada Kemauan Belajar
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Perbuatan Baik Dapat Kembali Memurnikan Hati
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Sholat Tarawih, Perjuangan Membentuk Karakter
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Neng Neng Nong Nang Neng Nong dari Mata Apresiatif Seorang Akhmad Dhani
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Bergerak dari Zona Masalah ke Zona Solusi
- Pekerjaan atau Anak?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Jadilah Optimis seperti Anak-Anak
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Belajar dari Moana, Berani Melampaui Ketidakpastian
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Menyikapi Hidup seperti Anak-anak
- Dalam Penciptaan, Imajinasi Bukan Basa-Basi
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Menghancurkan Tembok Penghalang dengan Tune In pada Aktivitas Pertama
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Now and Here, Cita-Cita Tak Sampai
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Krisis Jati Diri, Pangkal dari Semua Krisis
- Melalui Cobaan, Kita Lebih Mudah Mengenali Diri Sendiri
- Cerita: Menolong Nubi
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Cerita: Kaus Kaki Bolong
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Cerita: Harta Karun Mr. Crack
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- 3 Hal yang Menguatkan Nafsu dan Menumpulkan Akal
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike