Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
April 16, 2019 . by rudicahyo . in Parenting, Pendidikan, Psikologi Populer . 0 Comments
Imajinasi adalah karunia yang ada di setiap diri anak. Imajinasi adalah bahan perekat untuk mengaitkan informai, meletupkan daya cipta. Seiring berjalannya waktu, tantangan untuk para orangtua adalah, bagaimana memelihara imajinasi anak agar tetap menyala?
Pernah mendengar anak kita mengatakan bahwa “Semua benda punya warna. Bahkan putih atau transparan juga warna”? Ini seperti yang dikatakan Bintang (8 tahun), anak saya, yang sempat kita bahas di tulisan sebelumnya.
Yang dikatakan oleh Bintang ini adalah bentuk imajinasinya. Informasi yang membuat ia kenal dengan benda-benda, yang membuat ia kenal dengan warna, kemudian dikaitkan satu sama lain. Apa perekat yang mengaitkan antar informasi tersebut? Ya, imajinasi.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya imajinasi untuk dipelihara pada diri anak. Imajinasi itu tidak terlihat, tidak lebih konkrit dari informasi yang diterima oleh anak. Misalnya anak mendapatkan informasi tentang meja, kursi, rumah, mobil dan sebagainya, semuanya itu nyata. Tapi bagaimana mobil dihubungkan dengan rumah, meja dikaitkan dengan kursi, itu adaladah kerja dari imajinasi. Dengan imajinasi ini dapat muncul cerita tentang perabot rumah, dapat dibuat kisah tentang alat transportasi, atau bahkan sebuah drama keluarga. Berawal dari mengaitkan antar informasi, anak mencipta. Dengan demikian, imajinasi adalah cikal bakal penciptaan, akrena imajinasi menumbuhkan kreativitas atau daya kreasi anak.
Mengingat pentingnya imajinasi yang ada pada diri anak, maka sudah semestinya orangtua berupaya untuk memeliharanya. Bagaimana memelihara imajinasi anak tetapi tetap menyala? Setidaknya kebiasaan berikut dapat kita lakukan.
1. Mengajak anak berdialog, bertukar pikiran
Anak punya aktivitas, demikian juga dengan kita. Anak perlu berekspresi untuk menceritakan aktivitasnya, termasuk bercerita tentang gagasannya. Kita bisa mengawali dengan membiasakan untuk berbagi cerita. Misalnya ketika sepulang sekolah, anak bisa kita ajak untuk bercerita tentang kegiatannya di sekolah. Begitu juga dengan kita, bisa menceritakan aktivitas kita di tempat kerja.
2. Menempatkan anak secara setara dalam berpendapat
Ketika berbicara dengan anak, jadikan mereka partner. Ketika kita berpikir dalam biangkai kesetaraan, maka kita akan lebih mudah menempatkan diri pada posisi anak. Kita akan lebih mudah menerima sudut pandangnya dan melihat dari sudut pandang tersebut.
3. Menjadikan anak ahli ‘di bidangnya’
Anak kadang ingin menceritakan pengalamannya, demikian juga dengan gagasannya. Ketika anak mengemukakan idenya atau bercerita pengalaman, maka pada saat itu anaklah yang lebih tahu tentang gagasan dan pengalamannya itu. Kita tidak ikut mengalami, anaklah yang mengalami. Kita juga tidak ikut memiliki gagasan anak, karena anaklah yang membuat gagasan itu. Pada saat seperti itu, jadikan ia ‘narasumber’, bertanyalah seperti kita haus akan informasi.
4. Memberi kesempatan anak mencoba
Ketika anak memiliki gagasan, maka berikan kesempatan untuk mewujudkan. Kita lebih baik menahan diri untuk turun tangan. Lebih baik kita mengamati dan menjadi teman untuk berdiskusi. Kita bisa mengemukakan pendapat, tapi harus seimbang dengan pendapatnya dia. Sesekali juga diselingi dengan bertanya-tanya kepada anak, seperti yang sudah dijelaskan di poin tiga.
5. Menahan diri untuk tidak mudah menghakimi
Selain menahan diri untuk tidak segera turun tangan, seperti yang dijelaskan di poin empat, kita juga harus menahan diri untuk tidak segera menghakimi. Pada tulisan sebelumnya kita membahas tentang cara pandang kita yang kadang kita berlakukan untuk anak. Akibatnya, gagasan anak seperti tidak masuk akal, karena kita menggunakan standar yang kita miliki. Padahal sudut pandanga anak sangat berbeda, bahkan kadang di luar dugaan kita.
Begitu kira-kira kebiasaan yang dapat kita bangung dan pelihara, sehingga imajinasi anak kita dapat terpelihara tetap menyala-nyala. Apakah Ayah, Bunda, Kakak, punya pengalaman dalam memelihara imajinasi anak? Silahkah dibagi di sini (tulis di kolom komentar), agar referensi para orangtua semakin kaya dalam memelihara imajinasi anak.
Artikel tentang Parenting, Pendidikan, Psikologi Populer Lainnya:
- Cara Tepat Mengatur Penggunaan Gadget pada Anak
- Seni Pengawasan terhadap Anak
- Pentingnya Anak Menyadari Potensi Diri
- Tips Mengendalikan Kekhawatiran terhadap Anak
- Pemimpin itu Pendidik
- Kesulitan Orangtua Mengajak Anak Kembali ke Sekolah Pasca Libur
- Bagaimana Memberikan Bantuan yang Mendidik untuk Anak?
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Profesi Guru, Antara Idealisme dan Industri Pendidikan
- Pentingnya Menepati Janji kepada Anak
- Bagaimana Menjadi Orangtua yang Mengelola Larangan dan Perintah?
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Kesalahan dalam Memandang Gadget untuk Anak
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Trans Membantu Induksi Nilai pada Diri Anak
- Kesesatan Orangtua dalam Memandang Perkembangan Anak
- Dampak Atmosfir Egaliter bagi Rasa Percaya Diri Anak
- Mengasuh Anak itu Membaca Pola
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Meluruskan Makna Egaliter dalam Keluarga
- WAJIB TERUS DITUMBUHKAN Kesadaran Parenting sebagai Bentuk Pendidikan Pertama
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Reaksi yang Harus Dihindari Orangtua Saat Anak Mengalami Bullying
- Bukan Stratifikasi, tapi Diferensiasi Pendidikan
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Membanggakan Anak Secara Berlebihan Itu Berbahaya
- Selalu Ada Cara untuk Menghubungkan Anak dan Orangtua
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Bahaya Mendikte Anak bagi Keberanian dan Kreativitas
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Apakah Membacakan Buku Sejak Dalam Kandungan Akan Membuat Anak Gemar Membaca?
- Seperti Apakah Perubahan Diri Kita setelah Belajar?
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Makna Belajar, Mana yang Lebih Utama, Kualitas atau Jumlah?
- Menghilangkan Keunikan Anak dengan Diksi 'Lebih Unik'
- Bagaimana Mengelola Keinginan Anak untuk Berbelanja?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Apa Catatan yang Harus Diperhatikan Jika Guru Menghukum Murid?
- Bagaimana Anak Belajar Memiliki Kelekatan yang Sehat?
- Anak Anda Mogok Sekolah? Mari Kita Coba Mengatasinya!
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Membandingkan Anak Lebih Sering Tak Disadari
- Menjadi Guru adalah Jalan Pedang
- Warisan Unas: Ketika Kejujuran Menyisakan Penyesalan
- Manfaat Apresiasi untuk Anak
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Tentang Pengasuhan, Mau Ketat atau Longgar?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Pendidikan Indonesia di Nomor S(ep)atu
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Bahaya Film Action yang Harus Diwaspadai Orangtua
- Benarkah Anak Kita Mengalami Bullying?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Perlukah Anak Melakukan Les Privat Selain Belajar di Sekolah?
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Kompetisi Ego Mengaburkan Keselarasan Orangtua dan Anak
- Semua Orangtua Punya Anak Kreatif
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Rahasia Parenting: Mengelola Perilaku Super Aktif Anak
- Mengajari Anak Berpuasa dengan Lebih Bermakna
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Stimulasi untuk Optimalisasi Belajar Anak
- Memahami Alat Permainan Anak dan Pola Pikir Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Asumsi Negatif Dapat Melemahkan Mental Anak
- Apakah Kamu Mendidik atau Mendikte?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Pay It Forward: Dengan Inspirasi, Guru Membuat Perubahan
- Bolehkah Guru TK Mengajari Membaca?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- 6 Alasan Menghindari Intimidasi kepada Anak
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Menggunakan Sudut Pandang Anak untuk Lebih Memahami Anak
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- 3 Modal Utama Anak Aktif
- Mengembalikan Keseleo Pendidikan
- Pelajaran Berharga dari Film Soekarno
- Apa Dampaknya Jika Salah Memberikan Bantuan untuk Anak?
- Memilih Sekolah untuk Anak: Antara Kualitas, Gengsi, dan Kemampuan Keuangan
- Bagaimana Prinsip Memilih PAUD untuk Anak?