Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
February 24, 2014 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Setiap orang berkembang, diri dan kepribadiannya. Banyak teori tentang perkembangan kepribadian. Salah satu teori yang terkenal adalah perkembangan psikoseksual dari Sigmund Freud.
Sebelumnya telah dibahas tentang struktur kepribadian menurut Sigmund Freud. Pembahasan tentang struktur kepribadian dalam psikoanalisis ini menjadi pondasi yang penting untuk dipahami sebelum mempelajari perkembangan psikoseksual. Struktur kepribadian ini yang akan berkembang seiring bertambahnya usia.
Istilah psikoseksual sebenarnya adalah sebutan bagi perkembangan manusia yang didasarkan pada gagasan akan seksualitas Sigmund Freud. Masing-masing tahap berhubungan dengan cara anak/orang mengalami kenikmatan seksual. Karena tema seksual begitu sentral dalam teori psikoanalisis Freud, maka perkembangan dalam psikoanalisis disebut perkembangan psikoseksual.
Freud hidup di masa seksualitas menjadi sesuatu yang sangat tabu. Freud berusaha menjadikan seks sebagai sesuatu yang sangat natural, meskipun sepertinya terdengar over generalisasi. Karena itulah, kenikmatan pada setiap bagian tubuh, menjadi sama menggemaskannya dengan kenikmatan seks. Hanya saja memiliki area spesifik yang berbeda dalam memenuhi kenikmatannya.
Tahap Oral
Ini adalah tahap pertama yang dimulai sejak anak dilahirkan hingga sekitar usia 1 tahun. Anak pada usia ini berfokus pada mulut untuk mendapatkan rasa nikmat. Freud menyebutnya sebagai kenikmatan seksual (Freud mengartikan seksual secara luas). Ketika anak memasukkan benda kedalam mulut, maka seluruh organ oral terlibat dalam mewujudkan rasa nikmat yang menjalar  ke seluruh tubuh anak. Ia merasakan kenyamanan.
Tahap Anal
Tahap anal berlangsung kurang lebih antara umur 1-3 tahun. Fase ini bersamaan dengan latihan penggunaan toilet (taoilet training). Latihan ini secara lebih luas, bisa diartikan latihan untuk mengendalikan pengeluaran dari kandung kemih dan isi perut. Pada fase ini, orientasi kenikmatan (seksual) berada pada area anal (anus). Mengeluarkan feses dari anus adalah hal yang membanggakan. Anak merasakan sedang berproduksi, menghasilkan sesuatu dari dalam dirinya. Bahkan prosesnya adalah sebuah kenikmatan, yaitu ketika feses bergerak melalui saluran. Ketika orang dewasa menghendaki anak mengeluarkan kotoran pada saat dan tempat yang tepat (toilet training), menahannya juga menjadi kenikmatan bagi anak, karena memenuhi harapan orang dewasa di sekitarnya.
Tahap Phallic
Tahap Pahllic berlangsung antara usia 3-5 tahun. Di tahap ini, anak mulai menggeser area kenikmatan seksualnya pada alat kelamin. Anak mulai bisa menikmati sentuhan (rangsangan) pada alat kelaminnya. Yang khas dari tahap ini adalah terjadinya oedipus complex, yaitu fase dimana anak laki-laki begitu mencintai ibunya dan merasa bahwa ayahnya adalah saingan. Pada tahap ini pula Freud menjelaskan konsepnya tentang penis envy, yaitu rasa iri anak perempuan atas kepemilikan penis anak lelaki. Memang terdengar sarkastik dalam menggambarkan dominasi laki-laki secara kultural, atau kepemimpinan laki-laki secara historis. Apapun itu, memang terdengar sangat sarkastik.
Tahap Latensi
Tahap latent terjadi saat hasrat oedipal ditekan dan mereda. Ini terjadi sampai masa pubertas. Sebenarnya, penelitian membuktikan bahwa hasrat seksual justru meningkat sampai puncaknya pada masa pubertas. Represi seksualitas karena dianggap tabu pada masa hidup Freud, membuat hasrat seksual harus dikendalikan dan ditekan.
Tahap Genital
Tahap terakhir dari perkembangan psikoseksual adalah fase genital, yang terjadi sejak pubertas. Fase Oedipus tidak lagi ditekan, tetapi sudah selesai pada fase ini. Bentuk penyelesaiannya adalah penyempurnaan objek pemuas dorongan seksual, yaitu melalui persenggemaan dengan lawan jenis.
Demikian pembahasan singkat tentang tahap Perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud. Karena Teori Psikoanalisis itu rumit (serumit pribadi Freud), maka siapapun boleh melengkapi dan membantu mempermudah pemahaman kita terntang Perkembangan Psikoseksual Sigmund Freud. Silahkan dituliskan di bagian komentar ya..
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Cara Mengatasi Godaan Ikhlas
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Pekerjaan atau Anak?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike