Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
March 12, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Kita selalu berusaha untuk tetap dalam kondisi nyaman. Kita selalu melakukan adaptasi atas perubahan. Adaptasi pun adalah bentuk naluriah kita dalam menghadapi keadaan. Tapi hati-hati, bertahan dalam kondisi nyaman membuat kita terlena. Iya, adaptasi alamiah bisa bikin kita terlena.Β Bagaimana pola adaptasi dalam membentuk mental kita?
Ketidaknyamanan itu mengancam kondisi nyaman yang sudah terbangun. Misalnya, hari ini ada rapat yang sedianya dilakukan siang hari, jam 13.00, tiba-tiba kita ditelpon dan “Rapat diajukan jam 8 pagi. Tepat waktu ya, jangan sampai telat!”. Duaarrrr!!! petir menyambar di pagi yang sejuk dengan angin semilir dan matahari yang hangat. Surga telah berubah menjadi neraka. Lebya deh.. Itu adalah ketidaknyamanan atas perubahan. Artinya, sesuatu yg sudah teradaptasi (adapted) ditantang lagi dengan keadaan baru yang perlu diadaptasi lagi. Ketidaknyamanan terjadi, maka adaptasi alamiah juga terjadi. Bagaimanapun reaksi kita, pasti kita melakukan adaptasi. Bukan begitu?
Jangan salah, pola adaptasi alamiah kita tidak hanya terjadi ketika menyongsong ketidaknyamanan. Pada saat kita berada dalam kondisi nyaman secara terus menerus, kita juga teradaptasi (adapted) dengan kondisi tersebut. Contoh, hari ini Amir beli mobil setelah bertahun-tahun naik motor. Jelas Amir memasuki kondisi baru. Namun kondisi ini nyaman buat Amir. Lho kok bisa, katanya kondisi baru mendatangkan ketidaknyamanan? Iya, yang ini beda, kondisi punya mobil sudah diinginkan oleh Amir. Seiring berjalannya waktu, kenyamanan ini teradaptasi (adapted) dalam diri Amir. Dulu, waktu naik motor, Amir sering mengeluhkan bahunya sakit kalau jarak jauh. Sekarang, Amir mengeluhkan macet. Amir mulai resisten dengan kenyamnannya sendiri. Keluhannya meningkat, daya tahan Amir diilang mulai menurun. Mobil saja mengeluh, apalagi kalau dia harus kembali naik motor.
Pola adaptasi alamiah selalu terjadi. Kita berusaha membuat kondiis tidak barubah, karena perubahan menguras energi dan perhatian untuk kembali diadaptasi. Beda kalau perubahan itu kita inginkan. Kita selalu mempertahankan diri dalam kondisi yang lama. Ini seperti hukum kelembaman dari Hukum I Newton. Masih ingat? Seperti mobil yang direm, kita selalu berusaha berada pada posisi yang sama dengan menahan tubuh kita agar tidak terdorong ke depan. Begitu kira-kira hukum kelembaman.
Berkenaan dengan adaptasi, selain berbicara tentang kelembaman, pasti tidak terlepas dari proses belajar. Menurut Piaget, ada dua model adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi berarti kita berusaha menyesuaikan lingkungan agar sesuai dengan kondisi kita. Kita punya skema (scheme), yaitu pola organisasi aksi atau struktur berpikir yang ada dalam diri kita. Akomodasi sebaliknya, kita yang menyesuaikan dengan kondisi lingkungan.
Yang perlu kita waspadai adalah pertahanan diri kita atas kondisi nyaman. Kenyamanan itu seperti obat-obatan yang membuat ketagihan (addict). Setiap kita berada dalam kondisi nyaman yang baru, maka kekebalan atas ketidaknyaman menjadi menurun. Seperti yang dialami oleh Amir.
Namun dari kasusnya Amir, ada bagian yang bersifat aktif, yaitu Amir menginginkan punya mobil. Kalau kita mengacu pada pola adaptasi Piaget, maka sepertinya kita berinteraksi dengan lingkungan secara responsif, baik aktif maupun pasif. Β Artinya, apapun upaya adaptasi yang kita lakukan, selalu dihadapkan pada kondisi lingkungan yang baru kita temui. Jika pola reaktif terus-menerus dipertahankan, maka akan terjadi kenyamanan adaptif. Kita jadi semakin alergi dengan perubahan.
Selain pola adaptasi alamiah kita, kita perlu menumbuhkan kebiasaan sikap yang bergerak antara bosan dan perubahan. Tidak baik kalau kita terlalu puas dengan keadaan yang ada pada diri kita, apalagi lingkungan kita berubah dengan sangat cepatnya. Kita tetap harus memelihara potensi rasa bosan dan terus mengadakan perubahan. Dengan demikian, model adaptasi kita tidak hanya pasif, tetapi aktif (bahkan proaktif). Dengan kata lain, kalaupun kita bereaksi atas kondisi lingkungan, usahakan pola adaptasi kita tetap aktif dan bahkan proaktif.
Ternyata, dua model adaptasi, yaitu pasif dan aktif ini membentuk pola pikir kita. Pola pikir pasif lebih berusaha untuk tetap aman dan nyaman. Sebaliknya, yang aktif akan selalu mengadakan pengelolaan. Tipe pengadaptasi aktif ini bersifat moderat. Meskipun ia bekerja di bawah atasan, ia bisa mengambil inisiatif jika dibutuhkan. Bagaimana dengan yang proaktif? Jika ada kondisi yang tetap dalam waktu lama, maka tipe proaktif akan merasa bosan. Efek secara lebih berjangka panjang, yang proaktif akan melahirkan para leader dan yang pasif akan melahirkan para follower.
Dengan demikian, terdapat orang yang beradaptasi secara pasif, aktif dan proaktif. Yang pasif akan mengikuti arus perubahan, yang aktif mengadakan pengelolahan, sedangkan yang proaktif justru membuat perubahan.
Kamu termasuk yang suka beradaptasi dengan model yang mana?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Pekerjaan atau Anak?