Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
October 26, 2012 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Ada orang yang dipercaya, ada pula yang tidak. Selain faktor isi (orang dan keahliannya), ada juga faktor konteks, situasi dan kondisi yang turut menguatkan tingkat kepercayaan orang kepada kita.
Pada sekitaran bulan Mei yang lalu, aku pernah memfasilitasi proses belajar para Ayah/Bunda PAUD di Fakultas Psikologi Unair (salah satu kisahnya bisa disimak di sini). Berawal dari situ, maka aku membangun hubungan dengan para guru anak-anak tersebut.
Mengenang kelas Psikologi Ayah/Bunda PAUD, jadi ingat ketika pertama bertemu mereka. Awalnya aku membayangkan bahwa yang akan aku ajar adalah para bapak dan ibu yang usianya sudah pasti jauh lebih tua. Selain itu, mereka sudah pasti banyak pengalaman bersentuhan langsung denan anak-anak. Selain itu, aku terbiasa berpenampilan apa adanya, tidak dandan ala guru yang siap mengajar. Nah, bagaimana ya mengajari mereka?
Ketika masuk ke kelas, ada beberapa hal yang melegakan, yang akhirnya berujung pada kerasannya aku mengajar di kelas tersebut. Ternyata tidak hanya berisi orang tua. Sebagian diantaranya masih muda. Bahkan yang berusia paruh baya pun, tetap berpenampilan dan bergaya ala anak muda. Syukurlah.
Hal berikutnya yang membuat aku bersyukur adalah soal pakaian. Di tengah jalan menuju ke kampus, aku baru teringat bahwa aku harus memakai kaos yang sudah diberikan oleh panitia. Karena hal inilah aku harus mengulang perjalanan yang sudah hampir 10 Km jauhnya.
Wah, memakai kaos jelas bukan penampilan yang resmi. Biasanya memang penampilan yang seperti inilah yang membuatku nyaman. Begitu sampai di kelas, aku berhadapan dengan para ayah dan bunda yang mengenakan kaos yang sama. Syukurlah, berarti ada kesetaraan di kelas ini yang diperkuat oleh samanya pakaian yang kita pakai.
Posisiku sebagai pengajar menjadi hal berikutnya yang membuat aku lega. Bagaimanapun, status sebagai pengajar, membuat kita dianggap jauh lebih tahu dari pengalaman mereka. Akibatnya, kelas dengan mudah diolah. Bahkan mereka banyak bertanya, sampai waktu tak terasa minta nambah.
Dari pengalaman ini, aku bertemu lagi dengan mereka dalam sebuah seminar. Sebenarnya tajuknya adalah orasi ilmiah. Tapi lebih pas jika disebut seminar atau kuliah umum. Para ayah bunda PAUD menjadi peserta undangannya.
Sebenarnya yang jadi bahasn bukan tentang aku. Malah selama acara berjalan, aku wora-wiri, tak jenak di dalam ruangan. Ini karena aku adalah panitia tunggal. Aku hanya sempat masuk dengan intens di setengah jam akhir.
Pada sesi tanya jawab, aku ikutan mengangkat tangan. Aku tidak bertanya, hanya ingin berbagi pengalaman. Berbagai pertanyaan yang dilayangkan oleh peserta, aku rangkum dalam sebuah cerita tentang @bintangABC, anakku. Intinya bukan pada cerita atau penjelasanku, tetapi pada kepercayaan peserta terhadap apa yang aku katakan. Pengalaman sebelumya sebagai guru mereka, membuat aku serasa seperti pembicaranya. 😀
Sepulang dari seminar, ada pengalaman yang kontras. Waktu mengendarai motor, aku tepat berada di belakang pasangan suami istri muda yang membawa anaknya. Anaknya masih kecil, sepertinya belum satu tahun. Suasana yang macet dan panas semakin lengkap dihias tangis si bocah.
Aku melihat kaki si anak kepanasan, meski telah dibalut celana panjang yang langsung menutup sampai ujung kaki. Aku bisa merasakan betapa panas matahari tetap menembus kain tipis di kaki bayi itu.
Aku berusaha mendekat ke motor pembawa bayi di depanku. Aku tanya, “Umur berapa, Mbak?”. Ibunya cuma tersenyum. Motor kembali melaju, dan aku berusaha kembali membuntutinya, karena suara tangisan itu tetap melengking. Si bayi tetap meronta-ronta.
Kembali motor mereka tersusul. Aku katakan pada ibu bayi itu, “Diajak nyanyikan lagu saja, Mbak!”. Reaksi si ibu kembali tersenyum. Kali ini sedikit ada rasa kecutnya hehe.
Sedikit menjauh lagi motornya, aku susul lagi. Aku berkata, “Diajak ngobrol saja, Bunda”. Si ibu tersenyum ramah, tetapi tetap tak melakukan papun pada banyinya.
Dua cerita itu menjukkan konteks yang berbeda. Padahal apa yang aku katakan di seminar sama dengan yang aku katakan pada ibu yang membawa bayi. Seminarnya tentang ‘Mendidik dengan Musik’, maka aku katakan untuk menyanyikan lagu buat bayi yang dibonceng motor. Aku juga ngomong tentang pengasuhan di seminar tersebut, maka aku katakan pada si ibu bayi itu, untuk mengajak anaknya ngobrol.
Apa yang menarik? Ternyata tempat dan waktu sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan orang. Sudah barang tentu berbeda antara jalanan dan forum seminar, sehingga yang aku katakan juga punya daya tarik yang berbeda untuk diperhatikan, apalagi dilakukan.
Begitu juga dengan waktu. Ayah bunda PAUD punya waktu pertemuan khusus, yaitu seminar. Selain itu, mereka pernah punya waktu bersamaku, yaitu kelas psikologi. Sedangkan aku dan ibu pembawa bayi bertemu dalam waktu yang singkat dan tidak intens.
Dari pengalaman ini, agar kita dapat dipercaya, maka perlu mempertimbangkan tempat dan waktu dimana kita lebih bisa dipercaya. Tentu saja dengan tidak mengabaikan faktor keahlian yang kita miliki dan tampilan kita yang meyakinkan. Jika kita berpenampilan seperti seorang ahli, paling tidak tampak meyakinkan, maka kita akan dinilai seperti apa yang kita tampilkan. Seperti itulah biasanya.
Apa lagi ya faktor lain yang turut mendukung tingkat kepercayaan orang lain kepada kita?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Pekerjaan atau Anak?
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?