Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
November 23, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 3 Comments
Kita hidup tidak hanya di dunia yang benar-benar ada, tetapi juga di dunia imajinasi dan persepsi. Dua dunia terakhir ini memang unik, memperluas kenyataan kita sampai tak berbatas hanya di benda yang kasat mata. Namun dua dunia inilah yang bisa membawa kita kepada over antisipasi yang kemudian melahirkan kecemasan.
Musim hujan datang, maka berkah datang buat semua, tak terkecuali yang rumahnya kebocoran atau lingkungannya kebanjiran. Namun sekarang aku tidak sedang akan membahas tentang sanitasi, drainase, atau gorong-gorong. Berawal dari sebuah cerita tentang hujan.
Beberapa hari belakangan ini, pulang sampai malam untuk keperluan penyelenggaraan konferensi internasional. Sehubungan dengan musim hujan, maka sore atau malam adalah waktu-waktu favorit buat hujan mengguyur bumi Surabaya.
Petang itu aku berniat pulang bersama teman yang juga berniat untuk hengkang. Baru nongol dari pintu gerbang kampus, baru tahu kalau di luar sedang turun hujan rintik-rintik dengan kelebatan yang sedang. Temanku yang sudah berniat mengeluarkan motornya mengurungkan niat. Padahal dia bilang, kalau dia ingin segera pulang karena kangen sama anaknya. Wah, so sweet.. Sebenarnya, aku juga begitu, kangen sama Si Bintang (hehe yang ini bacanya lirih saja ya).
Bedanya, aku tidak mengurungkan niatku. Aku bergegas mengeluarkan motor. Iseng tanya kepada mahasiswa yang juga berniat mengeluarkan motornya, “Kira-kira bakalan lebat ndak ya hujannya?”. Mahasiswa yang memang sedang mengenakan jas hujannya tersebut bilang, “Hujannya sih ndak lebat. Tapi kalau dipakai naik motor, lama-lama juga akan basah kuyup”. Karena penjelasan mahasiswa tersebut, aku pakailah jas hujanku.
Ternyata, tidak sampai 500 meter, sama sekali tidak hujan. Langsun teringat temanku yang tidak jadi pulang, dan terpikir diriku yang memutuskan memakai jas hujan karena keterangan dari seorang mahasiswa. Apakah ada yang salah dengan pilihan temanku mengurungkan niat untuk pulang, atau pilihan untuk memakai jas hujan karena penjelasan mahasiswa tentang ramalan hujan? Berbicara tentang pilihan, tidak ada yang salah. Karena sekali pilihan ditentukan, maka pilihan yang lain seharusnya tidak jadi bahan perbandingan. Aku hanya teringat kata-kata temanku tentang rasa kangennya kepada anaknya.
Setidaknya, seperti itulah kita menyikapi kenyataan. Kita membuat prediksi, melakukan antisipasi. Padahal, konsekuensi hanya bisa dilihat atau dirasakan ketika pilihan ditentukan. Ini yang disebut over antisipasi.
Over antisipasi dapat memunculkan kecemasan. Kecemasan ini dapat membuat kita tidak memilih atau tidak melakukan tindakan. Hal ini oleh Frankl disebut sebagai kecemasan antisipatif. Kembali kepada temanku yang tidak jadi pulang. Jika dia menjalani pilihannya dengan lapang dada, kiranya tidak akan menjelma menjadi kecemasan yang patologis. Namun jika pilihan untuk tidak pulang malah membuat galau, maka terjadilah kecemasan antisipatif tersebut.
Bagaimana cara mencegah kecemasan akibat over antisipasi ini? Langkah-langkah berikut bisa dilakukan untuk mencegah atau mengurangi kecematasan tersebut.
1. Buatlah pertimbangan secukupnya berdasarkan fakta
Kembalikan kepada bahasa kenyataan. Jika kita tak menyaksikan secara langsung, maka tahan untuk membuat kesimpulan. Meskipun kita berusaha mengumpulkan data selengkap-lengkapnya, tetap saja keputusan harus diambil segera. Maka lakukan pertimbangan secukupnya saja. Realita yang berjalan semakin cepat menghendaki kita berpikir dan bertindak secara lebih cepat.
2. Buatlah proporsi yang seimbang antara persepsi dan data
Jika kita punya kecenderungan membuat persepsi, misalnya kita orang yang sangat intuitif, maka imbangi dengan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Jika kita terbiasa membentuk persepsi dengan cepat, lebih baik kita juga mengimbanginya dengan kecepatan menghimpun fakta. Setidaknya, jaga persepsi tetap proporsional dengan fakta.
3. Kurangi membuat perbandingan setelah pilihan ditentukan
Membuat perbandingan setelah pilihan dijatuhkan, itu sis-sia. Tapi banyak orang punya kecenderungan seperti ini. Jika kita mebandingkan setelah pilihan ditentukan atau keputusan dibuat, maka kita akan kesulitan untuk move on. Kita akan stag dan tidak melangkah untuk bertindak atas pilihan yang kita buat.
4. Jalani pilihan dengan ikhlas dan rasa syukur
Nah, jika tidak membandingkan, apa yang akan kita lakukan? Ya melakukan keputusan. Alih-alih energi kita dihabiskan untuk memikirkan apa yang tidak kita pilih, lebih baik jika kita fokus menjalani pilihan yang kita sudah putuskan.
Demikian cara mengatasi kecemasan akibat over antisipasi. Semoga bermanfaat.
Apakah Kamu punya cara atau trik lain untuk mengatasi kecemasan akibat over antisipasi?
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Bagaimana Psikologi Menganalisa Mimpi?
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Karakteristik Anak Berdasarkan Kesukaannya Membaca atau Mengoperasikan Angka
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Teori Perkembangan Moral Kohlberg
- 5 Jurus Lepas dari Stagnasi
- Efek Akun Pencitraan Buat Pemiliknya
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- The Philoshophers (After The Dark), Sebuah Pertarungan 'Kepala' dan 'Hati'
- Hidayah Tak Datang dengan Mudah
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Mengelola Dampak Adiksi Gadget pada Anak
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Hati-Hati dengan Pembentukan Karakter oleh Teroris
- Senang dan Sedih juga Dipelajari
- Hati-Hati, Persepsi Negatif Bisa Menguasaimu!
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Psikologi Humanistik: Dengan Teknologi, Belajar Dimanapun Bisa Dibagi
- Kronologi Proses Keluhan Mengebiri Solusi
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Bagaimana Hierarchy of Needs Abraham Maslow Melihat Motif Berpuasa Kita?
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari
- 3 Cara Memfokuskan Kekuatan Diri
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- Apakah Kita Benar-Benar Memiliki 'Me Time'?
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Manfaat Berlibur untuk Kesehatan Psikologis
- Peran Imajinasi di Tiga Area Penciptaan
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Apa yang Melemahkan Determinasi Diri dalam Membuat Keputusan?
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Perbedaan antara Kebenaran dan Pembenaran
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Menguasai Emosi Orang Lain melalui Disonansi Kognitif
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- Ingin Membunuh Kreativitas Anak? Lakukan 5 Hal Berikut Ini!
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Fixed Mindset dan Growth Mindset, yang Manakah Dirimu?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- 5 Cara Menciptakan Atmosfir yang Berenergi
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Dampak Individual dan Sosial dari Perfeksionisme
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Kesehatan Mental Di Tempat Kerja
- Pekerjaan atau Anak?
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
3 Trackbacks
[…] hanya bisa dilihat atau dirasakan ketika pilihan ditentukan. Ini yang disebut over antisipasi.Baca selanjutnya…if (typeof(addthis_share) == "undefined"){ addthis_share = […]
[…] obsesif akan membuat hidup tidak tentram. Orang obsesif akan dipenuhi dengan satu perasaan, yaitu cemas yang over antisipatif. Selain itu, kita dapat menyusahkan orang lain, karena kita menetapkan segala hal atas kesempurnaan […]
[…] bagaimana kita bersikap dan bertindak (baca juga tulisan tentang kecemasan antisipatif di sini). Prinsip penjelasannya sama dengan law of attraction. Seluruh molekul pada tubuh kita, emosi, […]