Teori Perkembangan Moral Kohlberg
April 25, 2013 . by rudicahyo . in Psikologi Populer . 0 Comments
Perilaku adalah bagian dari diri, bagian dari kehidupan kita. Penilaian terhadap perilaku juga menyertainya. Kita sering menilai perilaku orang lain dengan standar benar salah. Tapi kita tidak melihat dari sudut pandang orang yang melakukan. Untuk itulah penting mempelajari Teori Perkembangan Moral Kohlberg.
Masih ingat dengan berita tentang seorang guru di sebuah SMP Tuban yang mengikat kaki muridnya selama seminggu? Atau berita tentang seorang guru yang membalsam mata muridnya di sebuah sekolah Aliyah, di Medan. Hukuman diberikan karena perilaku tersebut dinilai. Ada standar penilaian, baik personal maupun kesepakatan, yang diberlakukan atas perilaku-perilaku tersebut. Ulasan tentang hukuman secara psikologis bisa dibaca di sini. Agar hukuman yang diberikan tepat, maka harus didasarkan pada penilaian yang tepat pula.
Namun penilaian yang kita berikan atas sebuah perilaku (pelanggaran) seringkali didasarkan pada sudut pandang kita (baik subjektif maupun kesepakatan). Agar lebih fair, kita harus tahu, bagaimana perilaku itu dilihat dari sudut pandang pelaku. Untuk itu, kita perlu paham Teori Perkembangan Moral Kohlberg. Seperti apa itu?
Kohlberg telah mengadakan penelitian bersama para koleganya. Kohlberg memberikan berbagai kasus dilema moral dengan tingkat kompleksitas yang berbeda. Anak-anak yang menjadi subjeknya memberikan pengertian, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks, atas beberapa kasus perilaku. Dari hasil penelitiannya ini, Kohlberg membagi perkembangan moral dalam 6 stadium.
Sebelum masuk ke stadium 1, ada tahap sebelumnya yang oleh Kohlberg disebut dengan tingkatan nol. Pada tahap ini, anak menganggap baik apa yang sesuai dengan permintaan dan keinginannya. Tahap ini terjadi para usia 0-18 bulan atau 24 bulan)
Sesudah tingkatan nol, masukkan kedalam dua stadium yang disebut sebagai pra-konvensional. Di stadium 1, anak menganggap baik atau buruk atas dasar akinat yang ditimbulkan oleh sebuah tingkah laku, yaitu hadian dan hukuman. Stadium 2, anak mengikuti apa yang dikatakan baik atau buruk untuk memperoleh hadiah atau menghindari hukuman. Stadium 2 ini disebut juga dengan hedonisme instrumental, dimana sudah ada timbal balik, tetapi motifnya lebih kepada “moral pembalasan”. Bedanya, di stadium 1 anak melihat hadiah atau hukuman sebagai konsekuensi otomatis yang terpasang dengan perilaku, sedangkan di stadium 2 anak sudah mulai berkehendak. Tahap pra-konvensional terjadi pada usia 18 bulan – 7 atau 8 tahun.
Tahap selanjutnya adalah konvensional. Tahap ini terdiri dari sadium 3 dan stadium 4. Stadium 3 biasanya disebut orientasi anak baik (good boy/girl). Sesuatu dikatakan baik apabila menyenangkan atau diterima oleh orang lain dan dinilai buruk jika ditolak oleh orang lain. Pada stadium 4 mulai tumbuh kesadaran akan kewajiban, dalam arti ingin mempertahankan kekuasaan dan aturan, karena dianggap berharga. Namun demikian, masih belum bisa mempertanggungjawabkan secara pribadi. Tahap ini terjadi pada usia antara 8 – 11 tahun.
Tahap yang terakhir disebut dengan post-konvensional. Tahap ini ditandai dengan berkembangnya moralitas menjadi pendirian pribadi. Baik dan buruk sudah dipertimbangan secara personal. Tahap ini terdiri dari stadium 5 dan stadium 6. Pada stadium 5, terjadi pengakuan terhadap aturan atau hukum umum, tetapi sudah mulai memasukkan pertimbangan-pertimbangan pribadi. Bentuk jalan tengahny adalah dialog. Karena itulah, tahap ini biasanya disebut sebagai tahap kontrak sosial. Stadium 6 adalah tahap tertinggi, dimana perilaku dinilai atas dasar pertimbangan nuari atau batin pribadi. Tahap perkembangan post-konvensional terjadi pada usia 11 tahun lebih.
Demikian Teori Perkembangan Moral Kohlberg. Apakah ada kesesuaian dengan perkembangan yang terjadi pada dirimu? Apa implikasi Tahap Perkembangan Moral Kohlberg terhadap keputusan hukum? Mari berdiskusi!
Artikel tentang Psikologi Populer Lainnya:
- Bagaimana Film Amazing Spiderman di Mata Psikologi?
- 5 Kondisi Lingkungan Kerja yang Berdampak pada Pemberdayaan Diri
- Penting Diketahui Psikolog: Alur Asesmen dan Intervensi
- Punya Banyak Waktu Luang? Hati-Hati dengan Bahaya Menganggur
- Daily Parenting, Rugi Jika Tak Memiliki Buku Ini
- Hiper Realitas Media Sosial, Bagaimana Nasib Generasi Muda?
- 7 Efek Tertawa dari Hati
- Memahami AKU sebagai Pondasi Menjalani Hidup
- Bentuk Tulisan untuk Meredakan Kegalauan
- 6 Prinsip Penyelarasan Tugas untuk Menjaga Motivasi di Masa Transisi
- Penarikan Simpulan yang Sesat atas Diagnosis Psikologi
- Kekuatan Pikiran Kita Dapat Membentuk Orang Lain
- Membongkar Kompleksitas Ikhlas dari Kehidupan Sehari-hari
- Kamu Menyebutnya Kesadaran
- Simplifikasi: Persiapan Menjadi Tester Handal untuk Psikotes
- Memetakan Sumber Penghasilan dengan Inventarisasi Kekuatan
- Optimalisasi Internet Mengubah Struktur Ruang dan Waktu
- Ikigami (Death Notice), The Ultimate Limit, Eksistensi Diri Menjelang Kematian
- Memaksakan Cara Berpikir Orangtua dapat Melemahkan Imajinasi Anak
- Level Kerumitan Persoalan Psikologis
- Menumbuhkan Imunitas dengan Optimis dan Antusiasme
- Air Mata sebagai Emotional Release
- Bagaimana Seseorang Dapat Larut dalam Pekerjaan?
- Bagaimana Pola Ketergantungan Terbentuk?
- Cara Mengatasi Tekanan Fight Flight atau Flow Mana yang Efektif?
- Pola Adaptasi dan Pembentukan Mental Kita
- Apa Manfaat Mendengar Secara Aktif dan Empatik?
- Pengalaman Kecil yang Menguatkan Hubungan dengan Pasangan
- Pentingnya Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Personal Well Being, Apa dan Bagaimana?
- Apa Perbedaan Berpikir Analitis dan Berpikir Kreatif?
- Work-Life Balance Apakah Sebuah Fatamorgana?
- Sudut Pandang Psikologi: Pembentukan Karakter di Film Joker
- Ketika Suami Bilang, "Lebih Cantik Istriku", Percaya?
- Perkembangan Moral Kohlberg
- Fokus kepada Kebahagiaan, Kunci Keberhasilan
- Bagaimana Mengelola Orang yang Bermasalah dengan Kita?
- Pekerjaan atau Anak?
- Riya' Meter, Sebuah Alat Penakar untuk Menyelamatkan Diri dari Pamer
- Menjadi Orangtua Itu Sangat Intuitif. Percaya Sama Ahli Parenting?
- Need Sebagai Motif dalam Hierarkhi Kebutuhan Maslow
- Teori Motivasi dari Abraham Maslow
- 5 Faktor Penghambat Psikologis dalam Memulai Bisnis
- Fokus Kekuatan Diri Dibentuk oleh Niat
- Bagaimana Memelihara Imajinasi Anak Tetap Menyala?
- Paradigma Berpikir Bisa Menjadi Candu
- Paradoxical Intention, Terapi Diri dengan Menertawakan Rasa Sakit
- 6 Pelajaran Kompleksitas Emosi dari Film Inside Out
- Harmonisasi Pola Alamiah Diri dengan Pekerjaan
- Makna Resolusi Bersifat Tipikal bagi Setiap Orang
- Reaksi Spontan Atas Ketidaknyamanan Dapat Membentuk Pribadi Kita
- Terapi Psikologi: Menyembuhkan Gejala atau Penyebabnya?
- Sekilas Cerita tentang Oedipus Complex
- Apa yang Membangun Keyakinan Diri (Self Determination) Kita?
- Struktur Kepribadian Menurut Sigmund Freud
- Teori Belajar Behavioristik Edward Lee Thorndike
- Puasa Mengajari Kita Menunda Kenikmatan Sesaat
- Dua Golongan Orang yang Mampu Menaklukkan Kehidupan
- Hilangnya 3 Hal yang Menjauhkan Diri dari Kebahagiaan
- Kompleksitas Kehidupan Berawal dari Logika Geometri
- Faktor Penguat Tingkat Kepercayaan Orang kepada Kita
- 5 Langkah Detoksifikasi Kecanduan Pornografi
- Apakah Sigmund Freud Sex Oriented?
- Perbedaan Hadiah dan Hukuman
- Belajar Pembentukan Perilaku dengan Observational Learning Bandura
- Belajar Prinsip Hidup dari Film The Fan
- Tiga Cara Meningkatkan Motivasi dari Dalam Diri
- Political Framing: Ketika Kalimat "Apa susahnya membawa anak Palestina ke sini?" Menjadi Populer
- Pola Perilaku Baru dalam Belajar Sebagai Dampak Teknologi Informasi
- Zone of Proximal Development dan Scaffolding pada Teori Belajar Vygotsky
- Berkubang dengan Masalah atau Membudayakan Solusi?
- Jika Sudah Punya Mimpi, Terus Diapakan?
- Perkembangan Psikoseksual Menurut Sigmund Freud
- 5 Prinsip Pengelolaan Waktu Istirahat untuk Menghasilkan Tindakan Efektif
- 8 Dampak Ketagihan Gadget pada Anak
- Bersujud adalah Obat Psikologis yang Ampuh
- Mencegah Kecemasan Akibat Over Antisipasi
- Pentingnya Memahami Term dan Definisi dalam Membuat Laporan Psikologi
- 5 Situasi yang Memudahkan Mengenali Diri Sendiri
- Kekerasan Seksual pada Anak di Mata Psikologi
- Kinerja Optimal dengan Menyiasati Aspek Kecepatan dan Ketelitian Kerja
- Benarkah Televisi Menyebabkan Keterlambatan Berbicara?
- Tiga Pola Strategi Mewujudkan Disiplin Positif pada Anak
- Selalu Ada Jalan untuk Segala Keruwetan Hidup Asalkan Lakukan Hal Ini
- Proses Pembentukan Pribadi Pengeluh
- Sayangnya, Kehidupan Nyata Itu....
- Menjadi Bahagia dengan Membunuh Waktu. Bagaimana Caranya?
- Video Mesum BEREDAR Lagi, Inikah Sifat Alamiah RAHASIA?
- Motif Mempengaruhi Loyalitas
- Tabula Rasa, Apakah Anak-Anak Sehelai Kertas Putih?
- Apa Sumber Makna dalam Hidup Kita, Isi atau Bungkus?
- Selective Mutism, Jangan-jangan Anak Kita...
- Bagaimana Melakukan Eksekusi Ide yang Jumlahnya Banyak?
- Mekanisme Pertahanan Ego dalam Psikoanalisa Freud
- KKN di Desa Penari, Antara Fakta dan Fiksi
- Teori Belajar Operant Conditioning Skinner
- Ingin Merasa Bahagia dengan Aktivitas Kita? Hilangkan Variabel Waktu!
- Apa Dampak Berasumsi Negatif bagi Kesehatan Jiwa Kita?
- Kenapa Anak Lebih Suka Membaca atau Mengoperasikan Angka?
- Abnormalitas adalah Normalitas yang Diingkari